Makalah Perluasan Perang Dingin dan Hubungan Perang Vietnam dengan Perkembangan Politik di Asia Tenggara

MAKALAH SEJARAH 

Perluasan Perang Dingin
Dan
Hubungan Perang Vietnam dengan Perkembanga Politik di Asia Tenggara

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:
1.     Edward Wijaya                     (09)     (Wakil Ketua Kelompok)
2.     Fadhila Sildano                     (10)     (Wakil Ketua Kelompok)
3.     Nurfadillah                            (20)     (Sekretaris Kelompok)
4.     Mila Dewi Ahmayanti         (14)
5.     Rahmawati                             (24)
6.     Vinsensius Evan Kabubu   (31)
7.     Zulfadli                                  (34)
SMAN 12 MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2016/2017

KATA PENGANTAR           
Assalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. teriring shalawat dan salam mari kita curakan kepada Baginda Rasulullah SAW. Karena atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah sejarah in yang membahas materi tentang “Perluasa perang dingin dan Hubungan perang Vietnam dengan perkembangan politik di Asia Tenggara”
Terima Kasih kepada Allah SWT., Ibu Hapsah, S.Pd selaku guru pembimbing kami serta teman-teman kelompok 2 yang telah berusaha dan  mengerahkan kemampuan demi menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu kami berharap  adanya kritik dan saran yang membangun agar makalah ini  lebih sempurna dan optimal pemanfaatannya di masa mendatang.Harapan ke depan semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Makassar, 1 Februari 2017

Kelompok 2





DAFTAR ISI
Judul Halaman.....................................................................................................
1
Kata Pengantar.....................................................................................................
2
Daftar Isi..............................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang ....................................................................................................
4
Rumusan Masakah...............................................................................................
5
Tujuan..................................................................................................................
5
BAB II PEMBAHASAN

Perluasan Perang Dingin.....................................................................................
6
Hubungan Perang Vietnam dengan Perkembangan Politik di Asia Tenggara....
8
BAB III PENUTUP

Kesimpulan..........................................................................................................
25
Saran....................................................................................................................
25
Daftar Pustaka





BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak permulaan abad-20 bangsa-bangsa di kawasan Asia-Afrika mulai bangkit menentang kekuasaan bangsa-bangsa Eropa. Perjungan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa di Asia-Afrika itu bertujuan untuk mencapai kemerdekaannya agar terbebas dari segala bentuk kekuasaan bangsa asing.

Perang Vietnam merupakan perang yang terjadi antara Vietnam degan Amerika Serikat pada tahun 1957 sampai tahun 1975 di Vietnam. Perang ini juga disebut perang indocina kedua setelah sebelumnya Vietnam berperang dengan Perancis dalam perang kemerdekaan. Perang ini merupakan bagian dari perang dingin antara dua kubu ideologi besar yaitu Uni Soviet dengan ideologi Komunisnya dan Amerika Serikat dengan Ideologi Liberal Kapitalisnya. Hal inilah kemudian menyebabkan pecahnya perang terbuka antara Vietnam dengan Amerika Serikat.

Berakhirnya perang Indocina yang ditandai dengan jatuhnya reziem Saigon berarti memberikan kemenangan bagi kaum komunis. Cita-cita Ho chi Minh mengenai ”kemerdekaan dan persatuan” dibawah panji-panji komunisme mulai mencicipi satu kenyataan. Peristiwa ini telah membawa perubahan-perubahan yang cukup mendasar bagi peta politik di Asia Tenggara, sehingga menimbulkan berbagai spekulasi dan opini masyarakat, juga para pengamat politik tergerak perhatiannya pada masalah, bagaimana pengaruh kemenangan komunis di Indocina dan bagaimana pula posisi ASEAN di Asia Tenggara. Maka dari itu, terdapat hubungan dan dampak antara keduanya.






Rumusan Masalah
1.     Bagaimana proses perluasan perang dingin?
2.     Apa latar belakang terjadinya perang vietnam?
3.     Bagaimana perkembangan politik di Asia Tenggara paska perang Vietnam?
4.     Apa dampak perang Vietnam terhadap kawasan Asia Tenggara?
5.     Bagaimana hubungan perang Vietnam terhadap perkembangan politik di Asia Tenggara?
Tujuan
1.     Siswa dapat memahami proses perluasan perang dingin
2.     Siswa dapat memahami sebab perang Vietnam serta perkembangan politik di Asia Tenggara paska perang Vietnam dan mengetahui hubungan di antara keduanya.











BAB II
PEMBAHASAN
Proxy War (perang akibat perang antara Uni Soviet-AS) terjadi, antara lain di Vietnam (Vietnam Utara / komunisme - Vietnam Selatan / demokratis), Korea (Korea Utara / komunisme, Korea Selatan / demokratis), Amerika (Kuba / komunisme – AS / demokratis).
Pemerintah Komunis Cina
Tahun 1923, Partai Komunis Cina dipimpin Mao Zedong melakukan aliansi dengan Partai Koumintang pimpinan Sun Yat Sen. Dalam proklamasi kemerdekaan Cina 1 Oktober 1949, Partai Komunis Cina menjadi partai pemegang mandat pemerintahan menggantikan Partai Koumintang pimpinan Chiang Kai Sek. Kemudian, Chiang Kai Sek pindah ke Taiwan dan mendirikan pemerintahan demokratis. AS mendukung pemerintahan Chiang Kai Sek di Taiwan.
Dari sudut pandang kekuatan militer, Cina dibantu Uni Soviet, mulai membangun teknologi persenjataan nuklirnya tahun 1957 untuk menangkal serangan Negara lain. Aliansi Uni Soviet-Cina tahun 1949-1950 menjadi penyebab kemunculan poros Barat-Timur. Hal ini membuat AS melebarkan fokusnya ke Asia juga. Parameternya adalah pemberian bantuan militer AS di Vietnam Selatan dan Korea Selatan.

Perang Korea
Awal PD II, Uni Soviet menduduki Korea. 10 Agustus 1945, AS mengeluarkan kebijakan untuk menduduki Korea Selatan dalam rangka membendung ekspansi Uni Soviet. Selanjutnya, AS dan Uni Soviet mendukung berdirinya rezim di daerah kekuasaan masing-masing. Rezim I Korea Selatan dipimpin Syngman Rhee (anti-komunis), Rezim I Korea Utara dipimpin Kim II Sung. Kedua Rezim dibentuk tahun 1946. Titik garis batas antara ke-dua Korea terletak di garis lintang 38 derajat.
Invasi pasukan Korea Utara didukung Uni Soviet pada 25 Juni 1950 melewati garis batas 38 derajat menuju Korea Selatan berhasil memukul mundur pasukan Korea Selatan dan AS hingga ke Busan. Pada 15 September 1950, pasukan AS dipimpin jendral Douglas MacArtur mendarat di kawasan Inch’on, berhasil mengurung pasukan Korea Utara yang sudah terlanjur jauh memasuki Korea Selatan. Keikutsertaan Cina pada Oktober 1950 dalam perang Korea dikarenakan pasukan PBB (beraliansi dengan AS) masuk ke Korea Utara.
Akhirnya, negoisasi damai mulai digagas dengan terpilihnya presiden AS Dwight D. Eisenhower. Kesepakatan dicapai pada 27 Juli 1953 dalam 2 point. Pertama, garis lintang 38 derajat sebagai garis batas Korea Utara-Korea Selatan. Kedua, pengembalian tawanan perang ke Negara masing-masing.
 
Revolusi Kuba
Tahun 1924, Kuba dipimpin Gerrado Machado(pemerintahannya ditaktor). Berbagai kelompok masyarakat mulai menunjukkan perlawanan. Akhirnya, tahun1940 pemerintahan Machado ditumbangkan oleh kekuatan militer pimpinan Fulgencio Batista. Tahun 1940-1944, Kuba di bawah kekuasaan ditaktor Batista. Pemerintahan dictator Batista sempat berakhir pada tahun 1944 dengan terpilihnya Carllos Prio. Namun, Batista kembali berkuasa tahun 1952-1958. Dalam pemerintahannya yang kedua ini, Batista mendapat perlawanan dari 2 kelompok besar, yaitu kelompok The Second Front pimpinan Eloy Guierez dan kelompok revolusioner pimpinan Fidel Castro.
26 Juli 1953, penyerangan Castro ke pangkalan militer besar pasukan Batista berhasil menggugah masyarakat Kuba walau gagal. Castro dipenjara hingga 1955. Setelah dibebaskan, Castro ke Meksiko bertemu Che Guevara. Tahun 1956, mereka bersama pasukan kembali menyerang pasukan Batista. Akhirnya, pasukan Castro dipimpin Che Guevara dan Camilo Cienfuegos mengalahkan kekuatan militer Batista di Kuba pada Maret 1958. kemudian, Castro memimpin Kuba dengan haluan Komunis.
Ketegangan Perang Dingin antara Kuba-AS memuncak Oktober 1962 “Krisis Misil Kuba”. Hasil laporan mata-mata AS di Kuba membuat presiden AS John F. Kenedy memblokade perairan di sekitar Kuba untuk mencegah kelangsungan proyek pembangunan instalasi nuklir Uni Soviet di Kuba. Krisis Misil Kuba berakhir dengan kesepakatan Nikita Khruschev dan John F. Kenedy dalam 2 poin. Pertama, Uni Soviet menghentikan pembangunan instalasi nuklirnya di Kuba. Kedua, AS dilarang meng-invasi Kuba.

B.    HUBUNGAN PERANG VIETNAM DENGAN PERKEMBANGAN POLITIK DI ASIA TENGGARA
1.              Latar Belakang Perang Vietnam
Vietnam dijajah oleh Tiongkok sejak tahun 110 SM sampai mencapai kemerdekaan pada tahun 938. Setelah bebas dari belenggu penjajahanTiongkok, Vietnam selalu menentang dan mengecam serangan pihak asing.
Pada abad ke-19, Vietnam menjadi wilayah jajahan Perancis. Perancis menguasai Vietnam setelah melakukan beberapa perang kolonial di Indochinamulai dari tahun 1840-an. Ekspansi kekuasaan Perancis disebabkan keinginan untuk menyaingi kebangkitan Britania Raya dan kebutuhan untuk mendapatkan hasil bumi seperti rempah-rempah untuk menggerakkan industri di Perancisuntuk menyaingi penguasaan industri Britania Raya.

Semasa pemerintahan Perancis, golongan rakyat Vietnam dibakar semangatnasionalisme dan ingin merdeka dari Perancis. Beberapa pemberontakan dilakukan oleh banyak kelompok-kelompok nasionalis, tetapi usaha mereka gagal. Pada tahun 1919, semasa Perjanjian Versailles dirundingkan, Ho Chi Minh meminta untuk bersama-sama membuat perundingan agar Vietnam dapat merdeka. Permintaan tersebut ditolak dan Vietnam beserta seluruh Indochinaterus menjadi jajahan Perancis.
Kelompok Viet Minh akhirnya mendapat dukungan populer dan berhasil mengusir Perancis dari Vietnam. Selama Perang Dunia II, Vietnam dikuasai oleh Jepang. Pemerintah Perancis Vichy bekerjasama dengan Jepang yang mengantar tentara ke Indochina sebagai pasukan yang berkuasa secara de facto di kawasan tersebut. Pemerintah Perancis Vichy tetap menjalankan pemerintahan seperti biasa sampai tahun 1944 ketikaPerancis Vichy jatuh setelah tentara sekutu menaklukan Perancis dan jendral Charles de Gaulle diangkat sebagai pemimpinPerancis.



Setelah pemerintah Perancis Vichy tumbang, pemerintah Jepang menggalakkan kebangkitan pergerakan nasionalis di kalangan rakyat ( Vietnam ). Pada akhir (Perang Dunia II ), ( Vietnam ) diberikan kemerdekaan oleh pihak ( Jepang ). ( Ho Chí Minh ) kembali ke Vietnam untuk membebaskan negaranya agar tidak dijajah oleh kekuasaan asing. Ia menerima bantuan kelompok OSS yang akan berubah menjadi ( CIA ) nantinya.

Pada akhir ( Perang Dunia II ), pergerakan ( Viet Minh ) di bawah pimpinan (Ho Chí Minh ) berhasil membebaskan Vietnam dari tangan penjajah, tetapi keberhasilan itu hanya untuk masa yang singkat saja. Pihak ( jepang ) menangkap pemerintah Perancis dan memberikan Vietnam satu bentuk “kemerdekaan” sebagai sebagian dari rancangan Jepang untuk "membebaskan" bumi ( Asia )dari penjajahan barat. Banyak bangunan diserahkan kepada kelompok-kelompok ( nasionalis ).
-perang vietnam merupakan perang terlama amerika serikat di asia tenggara. -amerika selalu menang dalam berbagai pertempuran di medan perang namun kenyataannya amerika serikat harus meninggalkan vientam.

2. Perkembangan Politik di Asia Tenggara paska Perang Vietnam
Berakhirnya perang Indocina yang ditandai dengan jatuhnya reziem Saigon berarti memberikan kemenangan bagi kaum komunis. Cita-cita Ho chi Minh mengenai ”kemerdekaan dan persatuan” dibawah panji-panji komunisme mulai mencicipi satu kenyataan. Peristiwa ini telah membawa perubahan-perubahan yang cukup mendasar bagi peta politik di Asia Tenggara, sehingga menimbulkan berbagai spekulasi dan opini masyarakat, juga para pengamat politik tergerak perhatiannya pada masalah, bagaimana pengaruh kemenangan komunis di Indocina dan bagaimana pula posisi ASEAN di Asia Tenggara.

Gerakan komunis Vietnam senantiasa berkaitan erat dengan proses perjuangan rakyat melawan penjajahan bangsa asing. Kalau sebelum jatuhnya benteng Dien Bien Phu, gerakan komunis harus berperang melawan Perancis, kemudian sesudah itu harus berhadapan dengan Amerika Serikat yang dinilai sebagai imperialis pengganti penjajahan Perancis. Pada bulan April tahun 1975 merupakan saat yang menentukan bagi perkembangan politik di Asia Tenggara. Karena pada waktu itu tumbangnya kekuasaan non-komunis Lo Nol di Kamboja dan jatuhnya reziem Nguyen Van Thieu di Vietnam Selatan, yang sekaligus tumbanglah pengaruh Amerika Serikat di kawasan Indocina.

Rezim komunis yang berkuasa di Vietnam dalam Hanoi Blue Print akan menyebarkan paham komunis ke Asia Tengggra. Ada tiga poin penting dalam Hanoi Blue Print yaitu:
1.     Konsilidasi antara Vietnam utara dan selatan. Menjadikan Vietnam satu bangsa yang bulat dan kokoh memenuhi kebutuhan sendiri.
2.     Menjadikan Hanoi sebagai satu-satunya kekuatan atau Laos dan Kamboja yang merupakan dua negara komunis, tetapi memiliki orientasi yang berbeda. Dengan pasal itu Vietnam saling berjuang untuk mempersatukan antara Laos dan Kamboja dibawah pengakuan Hanoi.
3.     Memperluas pengaruh kekuasaan baik politik maupun ekonomi atas seluruh wilayah Asia Tenggara untuk perlu menempuh jalan subversi dengan membantu rencana militer terhadap setiap perjuangan di daerah-daerah lain
Berdasarkan rencana di atas, dimana Vietnam akan menyebarkan paham komunis di Asia Tenggara yang tentu saja menimbulkan perubahan politik di Asia Tenggara terutama dalam rangka menangkis serangan komunisme.
a. Laos
Keadaan Laos tidak jauh berbeda dengan negara-negara di kawasan Indocina lainnya dimana komunisme juga memberikan warna terhadap perkembangan politik terutama paska perang Vietnam. Di Laos tidak ada kata damai karena perebutan kekuasaan antara tiga kelompok;
1.     Nasionalis adalah kelompok pangerang Oune Sananikone yang lebih dekat dengan Thailand.
2.     Komunis adalah kelompok pangerang Souphanavong yang banyak berkenalan dengan paham sosialis dan menjalin hubungan dengan Hi Chi Minh.
3.     Kelompok Tengah adalah kelompok Souvanna Phoma (Soeparman, 1986:42).
Ketiganya memiliki pandangan sendiri-sendiri, perpecahan antar pemimpin tersebut semakin menajam ketika Souphanavong berserta Phatet Laonya dengan bantuan tentara Vietminh terus melancarkan serangan dan memperluas daerah pengaruh, sementara golongan kanan yang nasioanalis semakin kaya karena bantuan Amerika Serikat.
Perdana Menteri Laos diduduki oleh Souvana Phoma, dan terus berusaha membentuk koalisi dengan Souphanavong. Pada tanggal 2 Februari 1973 mereka mengadakan perjanjain damai, hal ini menimbulkan banyak reaksi, dan golongan yang mendukung kanan (nasionalis) dan kalangan militer menuduh bahwa Phoma telah menjual Laos kepada orang-orang komunis (Sardiman, 1983:61). Oleh karena itu militer di bawah Jenderal Thouma melakukan kudeta. Namun kudeta itu tidak direstui Amerika Serikat dan lewat John Dean Gunter, Wakil Dubes Amerika Serikat menyampaikan lebih mendukung politik koalisi yang dijalankan oleh PM. Phoma. Hal ini menyebabkan gagalnya kudeta dan terbunuhnya Jend. Thouma sedangkan pengikut-pengikutnya melarikan diri ke Thailand.
Dengan adanya perkembangan baru ini memberikan peluang komunis untuk berkembang dan tentu saja sangat menggembirakan pihak Hanoi. Hal ini terlihat dalam pemilu 1975, komunis memperoleh kemenangan sehingga dapat mengendalikan pemerintahan Laos. Tetapi pemerintahan ini menghadapi masalah baru, Laos tidak memiliki daerah pantai sebagai pelabuhan, dan sebelumnya jalan lalu lintas perekonomian melewati Muangthai. Kedua negara ini saling bersahabat sebelum Phatet Lao berkuasa. Tetapi hubungan ini semakin memburuk ketika Laos jatuh ketangan Komunis, karena Muangthai mengambil Policy Anti Komunis. Masalah lain yang dihadapi Laos adalah tidak dimilikinya tenaga-tenaga ahli yang berpengalaman diberbagai bidang, karena banyak tenaga ahli yang lari ke Muangthai.
Dalam kesempatan seperti itu, Vietnam muncul untuk memberikan bantuan kepada Laos sekaligus untuk memperluas pengaruhnya. Tanggal 18 Juli 1979 telah ditandatangani deklarasi bersama ketika PM Pham Van Dong, Sekjen Partai Komunis Vietnam Le Duan, dan Wakil Menteri Pertahanan Letjend Chu Huy Man berkunjung ke Vientiene ibukota Laos. Isi deklarasi tersebut adalah :
1.     Persetujuan Militer, artinya Laos akan dibela oleh Vietnam menghadapi ancaman dari luar.
2.     Persetujuan ekonomi, hal ini berarti Laos mengekspor produksinya tidak lagi melalui Muangthai, tetapi melalui pelabuahn Danang di Vietnam bagian selatan dan diangkut ke danang melalui darat dengan peralatan modern.
3.     Mengenai ASEAN, kedua belah pihak (Vietnam dan Laos) mengutuk keras usaha-usaha AS yang mempergunakan ASEAN untuk menentang arus ke arah kemerdekaan sejati, perdamaian, serta kenetralan di kawasan Asia Tenggara. Keduanya sepakat bahwa usaha-usaha yang dilakukan oleh para penguasa negara-negara ASEAN guna memperkuat persekutuan militer bilateral antara AS dan negara anggota ASEAN dengan papan anti komunis, yang berarti akan mengubah ASEAN menjadi persekutuan militer secara de fakto (Sardiman, 1983:63).
ASEAN menilai perjanjian itu tidak lain sebagai perjanjian militer dalam rangka melaksanakan prinsip komunisme yang ingin mengkomuniskan negara-negara tetangga yang belum komunis. Pernyataan-pernyataan Vietnam yang akan selalu mendukung gerakan-gerakan (gerakan komunisme) di Asia Tengara yang ingin memperoleh kemerdekaan sejati, perdamaian dan kehidupan demokratis. Hal ini perlu dipahami bahwa dalam perjuangan komunisme menggunakan tiga cara yang hamper sama dilakukan oleh negara-negara lain yaitu:
1.     Propaganda; mereka menyatakan diri sebagai partai milik rakyat yang mengabdi pada kebebasan demokrasi, keadilan soasial dan menentang semua bentuk reaksi serta ketidakadilan sosial.
2.     Infiltrasi; komunis akan mengadakan penyusupan ke dalam partai politik, serikat buruh, dewan tentara, dan pemerintahan daerah.
3.     Kekerasan; mengambil alih pemerintahan dengan cara kudeta (Ebenstein, dkk., 1990:28).





b. Masalah Kamboja dan Invasi Vietnam
1.     Perebutan Kekuasan di Kamboja
Pada tahun 1863, Raja Norodom, yang dilantik oleh Thai, mencari perlindungan kepada Perancis. Pada tahun 1867, Raja Norodom menandatangani perjanjian dengan pihak Perancis yang isinya memberikan hak kontrol provinsi Battambang dan Siem Reap yang menjadi bagian Thai. Akhirnya, kedua daerah ini diberikan pada Kamboja pada tahun 1906 pada perjanjian perbatasan oleh Perancis dan Thai. Kamboja dijadikan daerah Protektorat oleh Perancis dari tahun 1863 sampai dengan 1953, sebagai daerah dari Koloni Indochina.
Setelah penjajahan Jepang pada 1940-an, akhirnya Kamboja meraih kemerdekaannya dari Perancis pada 9 November 1953. Kamboja menjadi sebuah kerajaan konstitusional dibawah kepemimpinan Raja Norodom Sihanouk. Pada saat Perang Vietnam tahun 1960-an, Kerajaan Kamboja memilih untuk netral. Hal ini tidak dibiarkan oleh petinggi militer, yaitu Jendral Lon Nol dan Pangeran Sirik Matak yang merupakan aliansi pro-AS untuk menyingkirkan Norodom Sihanouk dari kekuasaannya. Dari Beijing, Norodom Sihanouk memutuskan untuk beraliansi dengan gerombolan Khmer Merah, yang bertujuan untuk menguasai kembali tahtanya yang direbut oleh Lon Nol. Hal inilah yang memicu perang saudara timbul di Kamboja.
Khmer Merah akhirnya menguasai daerah ini pada tahun 1975, dan mengubah format Kerajaan menjadi sebuah Republik Demokratik Kamboja yang dipimpin oleh Pol Pot. Mereka dengan segera memindahkan masyarakat perkotaan ke wilayah pedesaan untuk dipekerjakan di pertanian kolektif. Pemerintah yang baru ini menginginkan hasil pertanian yang sama dengan yang terjadi pada abad 11. Mereka menolak pengobatan Barat yang berakibat rakyat Kamboja kelaparan dan tidak ada obat sama sekali di Kamboja. Kamboja merupakan negara berbentuk monarki konstitusional di wilayah Asia Tenggara seluas 181.035 km2 yang berbatasan dengan Thailand, Laos dan Vietnam. Pada periode 1975-1979, 1,5 hingga 2 juta penduduk atau sekitar 20% dari jumlah populasi dari 7-8 juta penduduk tewas dibantai oleh rezim Khmer Merah dalam rangka revolusi ekstrimis agraris (Schanberg,  2004:71).


2.     Perbatasan Vietnam dan Kamboja
Pada dasarnya konflik antara Vietnam dengan Kamboja yang terjadi yang menyebabkan timbulnya invasi oleh Vietnam kepada kamboja antara lain karena di sebabkan oleh beberapa factor antara lain :Warisan sejarah yaitu menyangkut adanya batas-batas wilayah yang tidak jelas antara Vietnam dengan Kamboja.
1.     Adanya keinginan dari Vietnam untuk memegang kendali atas Indocina termasuk didalamnya adalah Kamboja dan Laos.
2.     Adanya perpecahan antara dua kekuatan besar komunis di dunia yaitu Uni Soviet dan Cina.
3.     Kamboja selalu menjadi daerah rebutan antara Thailand dan Vietnam. Diantara keduanya tidak ingin Kamboja sebagai abut loncatan untuk menyerang negaranya
4.     Adanya kepentingan, dengan Hanoi’s Blue Print ingin menjadikan Hanoi sebagai sentral kekuatan bagi seluruh Indocina.
Intervensi Vietnam Ke Kamboja tahun 1978 dimulai ketika pada 3 Desember 1978, Vietnam mangumumkan bahwa pasukan pemberontak Kamboja telah mendirikan KNUFNS (Front persatuan nasional bagi keselamatan Kamboja) dibawah Heng Samrin. Invasi itu dilakukan pada 25 Desember 1978. Invasi menyebabkan Phnom Penh jatuh dan berhasil menggulingkan rezim Pol Pot yang pro Beijing pada 7 Januari 1979. Selain itu, di saat yang sama KNUFNS memebntuk dewan revolusioner rakyat Kamboja (KPRC) dan tanggal 11 Januari 1979 memproklamasikan diri sebagai Republic Rakyat Kamboja.
Namun demikian, di Kamboja terdapat lawan-lawan Vietnam dan tetap meneruskan perlawanan terhadap pemerintahan Heng Samrin dan Vietnam. Mereka adalah pasukan Khamer Merah dipimpin Khiu Samphan, pasukan Moulika yang di pimpin oleh Norodom Sihanouk (berhaluan non-komunis), pasukan Front Pembebasan Rakyat Khamer (KPNLF) di bawah pimpinan bekas Perdana Mentri Son Sann yang melakukan serangan Gerilya. Ketiga gerakan tersebut sepakat untuk membentuk pemerintahan koalisasi di Kamboja untuk mengakhiri pendudukan Vietnam.

Vietnam meskipun berhasil menguasai dan membentuk pemerintahan boneka di dalam negeri Kampuchea terjadi usaha untuk menentang pemerintahan komunis itu. Tentu saja itu memberi peluang bagi negara-negara dan pemerintahan anti komunis untuk menghambat laju perkembangan komunis di Asia Tenggara. Pemerintahan anti komunis di Kampuchea dibentuk atas koalisi kelompok Sihanouk, Son San, dan Khieu Sampan. Koalisi itu membentuk pemerintahan baru di Kampuchea dengan nama Pemerintahan Koalisi Demokrasi Kampuchea pada tanggal 22 Juni 1982. Negara-negara anggota ASEAN dan PBB yang sebagian besar anti komunis tentu saja banyak yang memberi dukungan pada Pemerintahan Koalisi Demokrasi Kampuchea. Hal itu merupakan salah satu cara untuk menghambat laju perkembangan komunis di dunia. Salah satu bentuk dukungan pada pemerintahan anti komunis di Kampuchea adalah mengakui hanya Pemerintahan Koalisi Demokrasi Kampuchea yang berhak memerintah Kampuchea dan menjadi wakil sah di PBB.
Upaya awal penyelesaian masalah Kamboja adalah dibentuknya Jakarta Informal Meeting (JIM). Artinya, pertemuan tidak resmi yang diadakan di Jakarta tahun 1988. Pertemuan di Jakarta dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Ali Alatas sebagai penengah di antara pihak-pihak yang bertikai yaitu keempat faksi, kedua tetangga Indochina dan enam negara ASEAN bertemu untuk mendiskusikan elemen-elemen mekanisme penyelesaian awal. Sekalipun pembicaraan antar faksi berjalan cukup alot karena masing-masing bersikeras mempertahankan posisinya, namun hasil dari pertemuan ini dinilai cukup efektif untuk menyepakati persepsi dan kesepahaman bersama sehingga beberapa rekomendasi dapat dilahirkan dengan penekanan pada pemisahan dua isu yaitu berkaitan dengan invasi Vietnam, Vietnam untuk menarik mundur pasukannya dari Kamboja sebagai itikad baik penyelesaian konflik, kesepahaman mengenai pentingnya pencegahan berkuasanya kembali rezim Pol Pot yang telah mengakibatkan penderitaan bagi rakyat Kamboja, pembentukan kelompok kerja guna membahas elemen-elemen dasar dari konflik itu sendiri dan menyusun usulan-usulan sebegai bahan masukan bagi pertemuan selanjutnya.


Dalam rangka menindaklanjuti JIM I, pada tanggal 16-18 Februari 1989 digelar JIM II yang turut dihadiri oleh negara-negara peserta JIM I. Pada pertemuan ini dapat disepakati berbagai kemajuan yang bersifat teknis sebagai tindak lanjut dan penyeragaman persepsi dari hasil pertemuan pertama. Beberapa hasil yang menonjol di antaranya adalah penarikan seluruh pasukan Vietnam yang harus segera dilakukan dengan batas waktu 30 September 1989 sebagai bagian dari kerangka penyelesaian politik yang menyeluruh. Kemudian dibahas pula mengenai himbauan penghentian keterlibatan pihak asing termasuk dukungan militer dan persenjataan terhadap masing-masing pihak yang bertikai di Kamboja.
Diadakan Konferensi Internasional Kamboja di Paris pada tanggal 23 Oktober 1991. Dan penandatanganan perjanjian perdamaian Kamboja yang isinya:
1.     PBB membentuk UNTAC (United Nation Transitional Authority in Cambodia). UNTAC bertugas di antaranya melucuti senjata, membantu pemerintahan dan mengorganisasikan pemilu
2.     Pengambilan keputusan oleh SNC dibawah Sihanouk
3.     Administrasi dibawah control PBB
4.     Senjata dan kekuatan asing harus segera meninggalkan kamboja
5.     Demobilisasi tentara 70 persen sebelum pemilu
6.     Mendidik para pemilu dan mengurus aspek pemilu
7.     Menghormati hak-hak asasi manusia
8.     Pengungsi Kamboja punya hak untuk kembali
9.     Penandatanganan perjanjian oleh 18 negara







c. Pembentukan SEATO
Southeast Asia Treaty Organization (SEATO) adalah sebuah organisasi internasional untuk pertahanan kolektif yang ditandatangani pada 8 September 1954. Lembaga formal didirikan SEATO pada pertemuan mitra perjanjian di Bangkok pada Februari 1955. Hal itu terutama dibuat untuk memblokir lebih lanjut komunis keuntungan di Asia Tenggara.. Markas organisasi terletak di Bangkok, Thailand. SEATO dibubarkan pada tanggal 30 Juni 1977.
Sejak tahun 1950-an, Politik bebas aktif Indonesia bukan sikap melawan AS, tetapi oleh AS dinilai kurang tegas dalam memihak blok Barat melawan blok komunis. AS membentuk Organisasi Pakta Pertahanan Asia Tenggara (Southeast Asia Treaty Organization atau SEATO) untuk menghimpun kekuatan Asia Tenggara di bawah pimpinan AS dan Inggeris untuk melawan blok komunis, tetapi Indonesia tidak ikut serta di dalamnya. Indonesia dengan Dasar Negara Pancasila tidak setuju dengan paham komunis dan akan selalu menjaga agar paham komunis tidak menguasai Indonesia. Akan tetapi Indonesia tidak mau memihak blok Barat karena mempunyai sikap politik bebas aktif. Demikian pula sekarang, Indonesia melawan terrorisme dari mana pun datangnya, tetapi tidak berarti Indonesia harus dalam segala hal memihak AS. Sikap demikian ini tidak dikehendaki AS sejak dulu.
Anggota SEATO
1.     Australia Australia
2.     Bangladesh (as East Pakistan ) Bangladesh (sebagai Pakistan Timur)
3.     rance Perancis
4.     New Zealand Selandia Baru
5.     Pakistan Pakistan
6.     Philippines Filipina
7.     Thailand Thailand
8.     United Kingdom Kerajaan Inggris
9.     United States Amerika Serikat
SEATO merupakan aliansi militer pimpinan AS didirakan tahun 1954 untuk membantu perlawanan terhadap ekspansi komunis di Asia Tenggara. SEATO merupakan keseimbangan tradisional dari pendekatan kekuasaan via aliansi eksternal untuk keamanan regional. Sejak Malaysia dan Singapura dikolonisasi oleh Inggris, mereka bukan lagi anggota SEATO. Indonesia juga menolak masuk sebagai anggota SEATO. Negara-negara baru ini memiliki pandangan bahwa masalah regional semestinya diselesaikan oleh badan lokal.
Pembentukan SEATO merupakan tanggapan terhadap permintaan bahwa daerah Asia Tenggara dilindungi terhadap ekspansionisme komunis, terutama karena diwujudkan melalui agresi militer di Korea dan Indocina dan melalui subversi didukung oleh pasukan bersenjata yang terorganisir di Malaysia dan Filipina. Vietnam, Kamboja, dan Laos (negara penerus dari Indocina) tidak dipertimbangkan untuk keanggotaan dalam SEATO untuk alasan yang berhubungan dengan perjanjian Jenewa tahun 1954 di Vietnam. Negara-negara yang, bagaimanapun, diberikan perlindungan militer oleh protokol. Negara-negara lain dari Asia Selatan dan Tenggara lebih suka mempertahankan mereka kebijakan luar negeri dari nonalignment. Perjanjian itu ditetapkan tujuan sebagai ketentuan hanya dan termasuk defensif untuk membantu diri sendiri dan saling membantu dalam mencegah dan melawan kegiatan subversif dari luar dan kerjasama dalam mempromosikan kemajuan ekonomi dan sosial. SEATO tidak memiliki kekuatan berdiri tetapi mengandalkan kekuatan mencolok mobile dari negara-negara anggotanya, yang terlibat dalam latihan militer gaungan. Pada 30 Juni 1977, SEATO dibubarkan setelah terjadinya perubahan besar di kawasan Asia Tenggara, khususnya yang terkait dengan kekalahan Amerika dalam Perang Vietnam.
d. Pembentukan ASEAN
Sejak tahun 1945 itu, berkembanglah berbagai ikrar kerja sama regional di hampir seluruh kawasan dunia yang penting seperti di Eropa, Timur Tengah, Asia, Afrika dan Amerika Latin. Salah satu asumsi pokok kerja sama regional adalah bahwa kedekatan geografis akan memudahkan upaya-upaya saling memahami di antara negara-negara yang bertetangga sehingga masalah-masalah yang mungkin dapat menjurus kepada pertikaian berlanjut dapat diatasi dengan segera atas dasar hidup berdampingan secara damai (Luhulima, 1986:6). Pada awalnya pendirian ASEAN tidak mencantumkan kerjasama dalam bidang politik tetapi dalam perkembangan berikutnya, perserikatan itu membawa arah kerjasama dalam bidang-bidang yang akam memiliki dampak politik atau akan mengarah kepada solidarista politik (Sardiman, 1983:79).
ASEAN (Association of South East Asian Nations) yang berarti Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara, adalah organisasi regional yang dibentuk oleh kelima negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Muangthai dengan penandatanganan Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok oleh kelima Menteri Luar Negeri negara-negara tersebut pada tanggal; 8 Agustus 1967 di Bangkok (Alfian dkk., 1986:1).
Dalam Deklarasi Bangkok dinyatakan bahwa ASEAN didirikan dengan tujuan untuk meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi usaha kerjasama regional dalam usaha mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan kebudayaan. Peranan lain yang dimainkan oleh ASEAN menanggapi berkecamuknya Perang Indocina di Vietnam, diajukanlah proposal pertama dalam ASEAN mengenai pembentukan ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom, and Neutrality). ZOPFAN ini bersifat sukarela dan tidak memaksa. Negara-negara ASEAN sendiri yang kemudian harus menentukan apa tindakannya terhadap ZOPFAN tersebut. Perang Indocina sendiri merupakan perang yang kebanyakan terjadi di wilayah Vietnam. Tidak tanggung-tanggung, perang ini terjadi sebanyak tiga kali; Perang Indocina pertama, yakni Perang Vietnam-Perancis pada 1946-1954; Perang Indocina kedua, atau Perang Vietnam pada 1957 sampai 1975; terkahir Perang Indocina ketiga atau yang disebut juga sebagai Perang Sino-Vietnam yang pada 1979.

3.Dampak Perang Vietnam terhadap Kawasan Asia Tenggara
Dampak yang nyata dengan akibat perang Vietnam adalah jumlah korban yang terlibat dalam perang tidak terhitung jumlahnya secara pasti. Serta Perang Vietnam ini juga mengakibatkan berkembangnya ideologi komunisme di berbagai negara di kawasan Indocina, seperti Kamboja dan Laos.

Penyebaran ideologi komunisme di Asia Tenggara ini didalangi oleh adanya sebuah lembaga di Uni Soviet yang bernama Communist International (Comintern). Pola kaderisasi badan ini adalah dengan menjaring para tokoh negara atau pemuda-pemuda yang cerdas untuk dididik menjadi agen-agen penyebar ajaran komunis. Di Indonesia, salah satu tokoh yang pernah mengenyam pendidikan di Comintern adalah Dipo Nusantara Aidit. Di Vietnam, salah satu tokohnya adalah Ho Chi Minh. Di Laos, paham komunisme diterapkan oleh Pathet Lao, yaitu sebuah organisasi yang terbentuk dari proses konsolidasi militer dan perseteruan politik dalam negeri Laos. Pathet Lao menjadi rezim penguasa Laos yang berhaluan komunis. Di Kamboja, pengaruh komunisme disebarkan oleh rezim otoriter bernama Khmer Merah. Selanjutnya, tahun 1977, terjadi pertikaian antara Kamboja dan Vietnam. Kamboja mendapatkan dukungan dari Cina, sedangkan Vietnam mendapatkan dukungan dari Uni Soviet. Puncak dari pertikaian itu adalah usaha invasi Vietnam atas Kamboja pada tahun 1979, yang berlanjut pada penyerangan Vietnam oleh Cina.

ASEAN yang berdiri seiring dengan memanasnya perang Vietnam, tidak memberikan kontribusi yang nyata terhadap penyelesaian konflik tersebut. Tetapi begitu perundingan paris dilanggar oleh Vietnam utara ASEAN mulai menunjukkan kekuatannya. Dan ketika Vietnam mulai menginvasi kamboja ASEAN mencoba melakukan pembicaraan dengan Vietnam, dimana nantinya dapat dicapai dua sasaran yakni :
1.      meyakinkan  Vietnam bahwa  kalau ingin berkembang secara ekonomi dia tidak boleh semata mata bergantung pada Uni Soviet dan COMECON dan untuk memperoleh bantuan dari masyarakat internasional  dia harus mengambil suatu sikap kerjasama yang sungguh sungguh terhadap ASEAN.
2.      meyakinkan Vietnam bahwa dia harus  menemukan suatu penyelesaian politik yang dapat diterima oleh pihak Kamboja karena secara militer saja tidak akan dapat  memecahkan masalahnya.











4. Hubungan Perang Vietnam dengan Perkembangan Politik di Asia Tenggara 
 Vietnam adalah salah satu negara di Semenanjung Indocina yang berada di wilayah Asia Tenggara. Vietnam mempunyai sejarah dan kaitan yang erat dengan perkembangan Perang Dingin yang terjadi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Akibat perebutan pengaruh dan perluasan ideologi dari dua Negara adidaya itu menyebabkan terjadinya perang saudara di wilayah Vietnam. Perang antara rezim Republik Vietnam Selatan yang didukung oleh Amerika Serikat dan rezim Republik Demokrasi Vietnam (Vietnam Utara) yang bergabung dengan Pemerintah Revolusioner Vietnam Selatan, termasuk pasukan Viet Cong yang didukung Uni Soviet dan RRC disebut Perang Vietnam. Perang saudara itu berlangsung cukup lama, yaitu sejak tahun 1950 sampai dengan tahun 1975.

a.     Vietnam sebelum Perang Dunia II
Negara Eropa yang pertama mendarat di Vietnam adalah Prancis. Kedatangan Prancis di Vietnam terjadi pada sekitar akhir abad ke-18. Seperti penjelajah samudra dari negara Eropa lainnya, Prancis kemudian melakukan kolonisasi di Vietnam. Wilayah Vietnam yang luas dibagi menjadi tiga daerah protektorat, seperti Tonkin di utara, Annam di tengah, dan Koncincina di selatan. Pada tahun 1887 ketiga protektorat tersebut disatukan dengan protektorat Kampuchea yang dibentuk pada tahun 1875. Kesatuan protektorat itu disebut Uni Indocina. Semangat cinta tanah air dan kebangsaan di Vietnam mulai bangkit setelah Perang Dunia I berakhir. Para nasionalis Vietnam bangkit dan bersatu dalam Partai Nasional Vietnam.
Pemberontakan pertama pada masa kolonial Prancis di Vietnam terjadi pada tahun 1930. Para pemberontak melancarkan aksinya di Tonkin. Namun, upaya pemberontakan ini mengalami kegagalan. Pemerintah kolonial Prancis masih terlalu tangguh untuk dikalahkan. Akibat pemberontakan, banyak pemimpin Partai Nasional Vietnam yang ditawan dan dihukum mati. Sementara itu, anggota yang tidak tertangkap menyebar untuk menyelamatkan diri. Akibat kevakuman aktivitas Partai Nasional Vietnam, di kalangan masyarakat Vietnam muncul wadah baru, yaitu Partai Komunis Indocina.
Pada tahun 1940 Jepang menjadi penguasa baru di Vietnam. Prancis tidak mampu mempertahankan wilayah Vietnam karena negaranya sendiri di Eropa telah dikuasai oleh Jerman. Jadi, Prancis lebih memusatkan kekuatannya untuk membebaskan negerinya.
Partai Komunis Vietnam yang berkembang pada masa kolonial Prancis ternyata sangat membenci Jepang. Oleh karena itu, Partai Komunis Vietnam berusaha membentuk suatu wadah perjuangan bersama dengan kelompok nasionalis di Vietnam dengan nama Viet Minh atau Liga Vietnam Merdeka. Organisasi Viet Minh merupakan hasil kongres yang diselenggarakan kaum komunis pada tanggal 19 Mei 1941 di Chiangsi, Provinsi Kwangsi. Pada awal pembentukannya Viet Minh bersama Viet Nam Doc Lap Dong Minh. Tujuannya adalah melenyapkan dominasi Prancis dan kekuasaan Jepang. Pemimpin organisasi Viet Minh adalah Ho Chi Minh. Rakyat Vietnam lebih mengenalnya sebagai Bapak Nasionalisme Vietnam daripada tokoh komunis. Posisi Jepang dalam Perang Asia Pasifik sebagai bagian dari Perang Dunia II mulai terdesak. Pada bulan Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu. Kondisi demikian itu menyebabkan kedudukan Viet Minh di Vietnam makin kuat. Bao Dai, penguasa Vietnam yang merupakan boneka Jepang menyerahkan kekuasaannya pada Ho Chi Minh pada tanggal 25 Agustus 1945. Melihat situasi yang sangat menguntungkan bagi Viet Minh maka pada tanggal 25 September 1945 Ho Chi Minh memproklamasikan kemerdekaan Vietnam dengan nama Republik Demokrasi Vietnam. Pusat pemerintahannya di Hanoi. Namun, Viet Minh tidak berhasil di selatan.

b.     Vietnam setelah Perang Dunia II
Perang Dunia II dimenangkan oleh kelompok Sekutu. Prancis yang tergabung dalam kelompok Sekutu bermaksud kembali melakukan kolonisasi di Vietnam. Niat Prancis mendapat dukungan penuh dari Inggris. Keinginan Prancis untuk berkuasa kembali di Vietnam tentu saja mendapat perlawanan dari Viet Minh. Akibatnya, Vietnam mulai tahun 1946 bergejolak lagi dengan berbagai pertempuran antara Viet Minh dan Prancis yang dibantu Inggris. Agar berhasil menguasai Vietnam, Prancis menjalankan politik memecah belah dan adu domba. Bao Dai mantan boneka Jepang dilantik Prancis menjadi penguasa Vietnam pada tahun 1949. Bao Dai menjadi penguasa asosiasi Vietnam Selatan yang otonom. Pada tahun 1950 Amerika Serikat sebagai pimpinan Sekutu dan negara adidaya baru dunia mulai terlibat dalam masalah Vietnam. Oleh karena merasa Prancis adalah sekutunya, Amerika Serikat memutuskan untuk memberi bantuan. Bantuan Amerika Serikat tersebut berupa paket ekonomi dan militer yang diberikan langsung kepada pemerintah baru Vietnam bentukan Prancis. Tujuannya agar bantuan itu dapat dipakai untuk memerangi Viet Minh yang komunis. Dengan demikian, apabila komunis di Vietnam dapat dihabisi, kekuatan liberal kapitalislah yang akan berkuasa. Itu berarti pengaruh Amerika Serikat terhadap kawasan Asia Tenggara makin meluas. Sementara itu, Viet Minh pada tahun 1949 mulai bangkit kekuatannya. Hal itu disebabkan Viet Minh mendapat bantuan persenjataan dari Cina. Dukungan juga didapatkan dari negara Uni Soviet sebagai sesama Negara komunis. Viet Minh karena merasa telah kuat, kembali melancarkan serangan pada pertahanan Prancis. Wilayah luar kota berhasil dikuasai tentara Viet Minh. Sementara itu, Prancis hanya mampu bertahan di kota-kota. Keadaan seperti itu tentu saja sangat membahayakan Prancis pada khususnya dan kepentingan Blok Barat, pada umumnya.

Merasa kepentingannya terancam, Blok Barat menuntut segera diadakan gencatan senjata dan perundingan. Viet Minh sebenarnya menolak perintah tersebut karena selangkah lagi mereka akan menyatukan Vietnam. Namun, akibat didesak Cina dan Uni Soviet yang merupakan negara pendukungnya, Viet Minh memenuhi tuntutan itu. Pada bulan Februari 1954, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Uni Soviet mengadakan pertemuan di Berlin, Jerman. Pertemuan itu membahas tentang penyelesaian masalah Perang Korea dan Perang Vietnam. Sebagai realisasinya, akan diselenggarakan Konferensi Jenewa. Pada tanggal 20 Juli 1954 Konferensi Jenewa membuat keputusan, antara lain:
·                mengakui kemerdekaan negara Kampuchea, Laos, dan Vietnam;
·                menyetujui bahwa wilayah Vietnam terbagi atas Vietnam Utara dan Vietnam Selatan;
·                akan segera diadakan pemilu pada bulan Juli 1956 untuk menyatukan Vietnam, di bawah pengawasan Komisi Pengawas Internasional.
Perjanjian Jenewa ternyata tidak mampu menyelesaikan masalah Vietnam. Perjanjian Jenewa justru mengesahkan Vietnam terbagi atas Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Wilayah Vietnam Utara bernama Republik Demokrasi Vietnam dan wilayah Vietnam Selatan bernama Republik Vietnam. Kedua negara itu mempunyai ideologi dan perilaku yang berbeda. Vietnam Utara berideologikan sosialis komunis, sedangkan Vietnam Selatan berideologikan liberal kapitalis. Sekali lagi tragedi kemanusiaan dan pelanggaran hak asasi manusia terjadi akibat pembagian wilayah. Sanak saudara menjadi terpisah dan tercerai berai karena pembentukan negara itu. Kekuatan dua negara adidaya berperan besar dalam memecah belah Vietnam.
Keputusan Perjanjian Jenewa ditolak mentah-mentah oleh Ho Chi Minh yang ingin melihat Vietnam bersatu. Akibatnya, keadaan di Vietnam menjadi memanas kembali. Pertentangan ideologi dan campur tangan asing tidak terbendung kembali di Vietnam dan dampaknya dirasakan oleh negara-negara tetangganya pula.




























BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Vietnam adalah salah satu negara di Semenanjung Indocina yang berada di wilayah Asia Tenggara. Vietnam mempunyai sejarah dan kaitan yang erat dengan perkembangan Perang Dingin yang terjadi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Akibat perebutan pengaruh dan perluasan ideologi dari dua Negara adidaya itu menyebabkan terjadinya perang saudara di wilayah Vietnam. Perang antara rezim Republik Vietnam Selatan yang didukung oleh Amerika Serikat dan rezim Republik Demokrasi Vietnam (Vietnam Utara) yang bergabung dengan Pemerintah Revolusioner Vietnam Selatan, termasuk pasukan Viet Cong yang didukung Uni Soviet dan RRC disebut Perang Vietnam. Perang saudara itu berlangsung cukup lama, yaitu sejak tahun 1950 sampai dengan tahun 1975.

B.    Saran
Pembaca dapat mengkritik serta mengajukan saran akan makalah ini, baik kelebihan maupun kekurangannya agar menjadi perbaikan demi makalah kami ke depannya










DAFTAR PUSTAKA
http://www.gurusejarah.com/2015/01/hubungan-perang-vietnam-dengan.html


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Segmentasi, Targeting, Positioning (STP)

Makalah Teori Biaya Produksi

Makalah Komunikasi Bisnis