Makalah Dinasti Bani Umayyah di Damaskus Rintisan Sistem Monarki dalam Islam


BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Bangsa yang maju dan beradab adalah bangsa yang tidak terlepas dari beradaban (civilization) dan memakaikan agama (religion) sebagai baju bangganya, HAR. Gibb (1859-1940) mengatakan, Islam is a complete civilization (Islam adalah sebuah peradaban yang sempurna).  Meskipun demikian, kenyataannya masyarakat masih banyak yang belum mengerti betul apa itu peradaban dan Islam sebagai agama yang sempurna belum masuk di hati bangsa ini.

Ro aitu al-Muslimah duna al-Islam, wa ro aitu al-Islama duna al-Muslimah, yaitu nilai-nilai Islam dapat ditemukan di tengah-tengah non-Muslim, dan sebaliknya nilai-nilai non-Muslim banyak ditemukan pada masyarakat Islam. Mengapa? Karena masyarakat Muslim sekarang sudah banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan yang membuat Islam sendiri runtuh dari nilai tauhidnya.

Dalam perkembangan dan tuntutan zaman yang semakin lama dikuasai oleh non-Muslim, alangkah baiknya, sebagai negara yang menghormati peradaban dan sejarah. Khususnya Muslim ditekankan mengetahuai sejarah-sejarah nenek moyang yang sudah mendahuluinya sebagai bahan renungan dan pembelajaran.

RUMUSAN MASALAH
1.      Berdirinya Dinasti Bani Umayyah
2.      Ekspansi  Politik
3.      Pemerintahan dan Administrasi
4.      Prestasi di Bidang Sains dan Kebudayaan
5.      Analisis Kemunduran dan Kejatuhan


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Berdirinya Bani Umayyah
            Nama Dinasti Bani Umayah diambil dari Umayah bin Abd Al-Syam, kakek Abu Sufyan. Umayah segenerasi dengan Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad Saw dan Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian, Ali bin Abi Thalib segenerasi pula dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Ali bin Abi Thalib berasal dari keturunan Bani Hasyim sedangkan Mu’awiyah berasal dari keturunan Bani Umayah. Kedua keturunan ini merupakan orang-orang yang berpengaruh dalam suku Quraisy.[1]
            Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyyah bin Abu Sufyan bin Harb (661-680 M). Muawiyyah sebagai pendiri daulah Bani Abbasiyyah juga sekaligus menjadi khalifah pertama yang berpusat di Damaskus. Ia memindahkan ibukota kekuasaan Islam dari Kuffah ke Damaskus. Dinasti Umayah timur merupakan fase ketiga dari kekuasaan Islam yang berlangsung selama lebih kurang satu abad (661-750 M).
            Muawiyyah dipandang sebagai pembangun Dinasti yang oleh sebagian besar sejarawan awalnya dipandang negatif. Keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang saudara di Siffin dicapai melalui cara yang curang. Lebih dari itu, Muawiyyah juga dituduh sebagai pengkhianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan Islam, karena dialah yang mula-mula mengubah pimpinan negara dari seorang yang dipilih oleh rakyat menjadi kekuasaan raja yang diwariskan turun-temurun (monarchy heredity).
            Ciri yang menonjol ditampilkan oleh dinasti Umayah ini adalah perpindahan ibukota dari Madinah ke Damaskus. Kepemimpinan dikuasai militer Arab dari lapisan bangsawan, dan ekspansi kekuasaan Islam yang lebih meluas yaitu pada masa kekuasaan Islam terbentang sejak dari Spanyol, Afrika Utara, Timur Tengah, sampai ke perbatasan Tiongkok. Dengan demikian, selama periode Umayah berlangsung langkah-langkah baru untuk merekonstruksi otoritas dan sekaligus kekuasaan khilafah, dan menerapkan faham golongan bersama dengan elite pemerintah. Kekuasaan Arab menjadi sebuah sentralisasi monarkis.
Umayyah berkuasa kurang lebih selama 90 tahun. Reformasi cukup banyak terjadi, terkait pada bidang pengembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Perkembangan ilmu tidak hanya dalam bidang agama semata melainkan juga dalam aspek teknologinya. Sementara sistem pendidikan masih sama ketika Rasul dan khulafaur rasyidin, yaitu kuttab yang pelaksanaannya berpusat di masjid.

Setting cikal bakal dinasti ini bermula ketika Ali bin Abi Thalib dibaiat sebagai khalifah menggantikan kedudukan khalifah Usman bin Affan, salah satu kebijakan awal dan Ali adalah pengambil alihan tanah-tanah dan kekayaan negara yang telah dibagi-bagikan oleh Usman kepada keluarganya dan memecat gubemur-gubemur dan pejabat pemerintahan yang diangkat Usman untuk meletakkan jabatannya, namun Muawiyyah Gubernur Syiria menolak pemecatan itu sekaligus tidak mau membaiat Ali sebagai khalifah dan bahkan membentuk kelompok yang kuat dan menolak untuk memenuhi perintah-perintah Ali. Dia berusaha membalas kematian khalifah Usman, atau kalau tidak dia akan menyerang kedudukan khalifah bersama-sama dengan tentara Syiria. Desakan Muawiyyah akhirnya tertumpah dalam perang Shiffin.[2]

Dalam pertempuran itu hampir-hampir pasukan Muawiyyah dikalahkan pasukan Ali, tapi berkat siasat penasehat Muawiyyah yaitu Amr bin 'Ash, agar pasukannya mengangkat mushaf-mushaf Al Qur'an di ujung lembing mereka, pertanda seruan untuk damai dan melakukan perdamaian (tahkim) dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat menguntungkan Mu’awiyah.[3]Bukan saja perang itu berakhir dengan Tahkim Shiffin yang tidak menguntungkan Ali, tapi akibat itu pula kubu Ali sendiri menjadi terpecah dua yaitu yang tetap setia kepada Ali disebut Syiah dan yang keluar disebut Khawarij. Sejak peristiwa itu, Ali tidak lagi menggerakkan pasukannya untuk menundukkan Muawiyyah tapi menggempur habis orang-orang Khawarij, yang terakhir terjadi peristiwa Nahrawan pada 09 Shafar 38 H, dimana dari 1800 orang Khawarij hanya 8 orang yang selamat jiwanya sehingga dari delapan orang itu menyebar ke Amman, Kannan, Yaman, Sajisman dan ke Jazirah Arab.[4]


            Jatuhnya Ali dan naiknya Muawiyah juga disebabkan keberhasilan pihak khawarij (kelompok yang membangkang/ keluar dari kelompok Ali) membunuh khalifah Ali, meskipun kemudian tampuk kekuasaan dipegang oleh putranya Hasan, namun tanpa dukungan yang kuat dan kondisi politik yang kacau akhirnya kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa bulan. Pada akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah, namun dengan perjanjian bahwa pemmilihan kepemimpinan sesudahnya adalah diserahkan kepada umat Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada tahun 661 M / 41 H dan dikenal dengan am jama’ah karena perjanjian ini mempersatukan ummat Islam menjadi satu kepemimpinan politik. [5]
            Setelah terjadi kesepakatan antara Hasan bin Ali  dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan pada tahun 41 H/ 661 M, maka secara resmi Mu’awiyah diangkat menjadi khalifah oleh umat Islam secara umum. Pusat pemerintahan Islam dipindahkan Mu’awiyah dari Madinah ke Damaskus. Pemerintahan Mu’awiyah berubah bentuk dari theo-demokrasi menjadi monarchi (kerajaan/dinasti) yang berbasiskan Islam, ini terjadi sejak dia mengangkat anaknya Yazid sebagai putra mahkota. Sejak itulah sistem pemerintahan mamakai sistem monarchi hingga pada khalifah terakhir Marwan bin Muhammad, yang tewas dalam pertempuran melawan pasukan Abul Abbas As-Safah dari Bani Abbas pada tahun 750 M. Dengan tewasnya Marwan bin Muhammad berakhir Dinasti Bani Umayah dan digantikan oleh Dinasti Bani Abbas.[6]
            Pola pemerintahan menjadi kerajaan ini terjadi karena pada masa itu umat Islam telah bersentuhan dengan peradaban Persia dan Bizantium. Oleh karena itu, Mu’awiyah juga bermaksud meniru cara suksesnya kepemimpinan yang ada di Persia dan Bizantium yaitu Kerajaan tetapi gelar pemimpin tetap menggunakan Khalifah dengan makna konotatif yang diperbaharui.[7]




B.     Ekspansi Politik Bani Umayyah
            Masa-masa kejayaan bani Umayyah mencapai puncaknya pada masa Al-Walid Ibnu Malik (705-715. Masa ini merupakan masa-masa kejayaan kekuasaan Bani Umayyah, karena ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam benar-benar mendapatkan kebahagian. Pada masa ini, perluasan wilayah kekuasaan dari afrika menuju wilayah Barat daya, benua Eropa, bahkan perluasan ini juga sampai ke Andalusia (Spanyol) di bawah kepemimpinan panglima Thariq bin Ziad, yaitu berhasil menaklukan Kordova, Granada, dan Toledo.
            Selain gerakan luar negeri, dinasti Umayyah juga banyak melakukan kerya-karya yang sangat berarti, misalnya Mu’awiyah sudah merancang pola pengiriman surat (post), kemudian dimatangkan lagi pada masa malik bin Marwan. Proyek al Barid (post) ini, semakin ditata dengan baik, sehingga menjadi alat pengiriman yang baik pada waktu itu.[8] Bahkan pada masa itu, Sulaiman ibn Malik, telah dibangun pembangunan mega raksasa yang terkenal dengan Jami’ul Umawi.
            Bahkan pada masa Daulah Umayyah, gerakan sastra dan seni juga sempat muncul dan berkembang, yaitu pada masa khalifah Abdul Malik, setelah al Hujjaj berhasil mendudukkan ibnu Zubair di Hijaz. Di negri itu telah muncul generasi baru yang bergerak di bidang sastra dan seni. Pada masa itu muncul tokoh Umar ibnu Abi Rabi’ah, seorang penyair yang sangat mashur, dan muncul perkumpulan penyanyi ahli musik. Seperti Thuwais dan Ibnu Suraih serta al Gharidl.[9]
            Dalam bidang politik, Khilafah Umayyah menyusun tata pemerintahan yang sama sekali baru, untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Selain mengangkat Majelis penasihat sebagai pendamping, Khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa orang Sekretaris untuk membantu pelaksanaan tugas, yang meliputi :
1.      Katib Ar rasail, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat menyurat dengan pembesar setempat.
2.      Katib Al kharaj, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran negara.
3.      Katib Al jundi, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan berbagai hal yang berkaitan dengan ketentaraan.
4.      Katib As syurtah, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
5.      Katib Al qudat, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.

C.    Administrasi Pemerintahan
   Dalam bidang Administrasi pemerintahan, Bani Umayyah menerapkan beberapa kebijakan. Kebijakan bani Umayyah dalam bidang administarsi pemerintahan antara lain;
a.   Bani Umayyah Merubah Sistem Pemerintahan
            Bentuk pemerintahan Muawiyah berubah dari Demokrasi menjadi monarki (kerajaan/dinasti) sejak ia mengangkat anaknya yang bernama Yazid sebagai Putra Mahkota. Kebijakan ini dipengaruhi oleh tradisi yang terdapat di bekas wilayah kerajaan Byzantium. Selain itu, terjadi dikotomi antara kekuasaan agama dan kekuasaan politik.

b.   Pembagian Daerah Kekuasaan Umayyah secara Sentralistik
            Daulah Bani Umayyah menerapkan konfederasi provinsi. Dalam menangani propinsi yang ada, Muawiyah menggabung beberapa wilayah menjadi satu propinsi. Setiap gubernur memilih Amir. Amir bertanggung jawab lansung kepada Khalifah. Wilayah kekuasaan terbagi menjadi beberapa provinsi, yaitu: Syiria dan Palestina, Kuffah dan Irak, Basrah dan Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, najd dan Yamamah, Arenia, Hijaz, Karman dan India, Egypy (Mesir), Ifriqiyah (Afrika Utara), Yaman dan Arab Selatan,serta Andalusia.

c.   Bani Umayyah Mendirikan Berbagai Departemen
            Setidaknya ada empat diwan (departemen) yang berdiri pada Daulah Bani Umayyah, yaitu:
1)  Diwan Rasail
Departemen ini mengurus surat-surat negara kepada gubernur dan pegawai di berbagai wilayah

2)  Diwan Kharraj
Departemen ini mengurus tentang perpajakan. Dikepalai oleh Shahibul Kharraj yang bertanggung jawab langsung kepada Khalifah

3)  Diwan Jund
Departemen ini mengurus tentang ketentaraan negara. Ada juga yang menyebut dengan Departemen perperangan.

4)  Diwan Khatam
Departemen ini disebut juga departemen pencatat. Setiap peraturan yang dikeluarkan disalin pada sebuah register kemudian disegel dan dikirim ke berbagai wilayah.

d.   Bani Umayyah Menetapkan Lambang Negara
            Muawiyah menetapkan bendera merah sebagai lambang negara di mana sebelumnya pada masa. Khulafaur Rasyidin belum ada. Bendera merah ini menjadi ciri khas Daulah Bani Umayyah.

e.  Bani Umayyah Menetapkan Bahasa Resmi Administrasi Pemerintahan
            Pada pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan, bahasa Arab dijadikan bahasa resmi administrasi pemerintahan.

D.    Prestasi di Bidang Sains dan Kebudayaan
1.      Pada Bidang Sains
            Dalam hal ini terbagi menjadi dua, yaitu material dan immaterial.  
a). Bidang Material :
1.      Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata.
2.      Mu’awiyah merupakan khalifah yang mula-mula menyuruh agar dibuatkan ”anjung” dalam masjid tempat sembahyang. Ia sangat khwatir akan keselamatan dirinya,    karena khalifah Umar dan Ali, terbunuh ketika sedang melaksanakan shalat.
3.      Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat lambang Negara baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
4.      Mu’awiyah sudah merancang pola pengiriman surat (post), kemudian dimatangkan lagi pada masa Malik bin Marwan. Proyek al-Barid (pos) ini, semakin ditata dengan baik, sehingga menjadi alat pengiriman yang baik pada waktu itu.
5.      Arsitektur semacam seni yang permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik membangun sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).
6.      Pembuatan mata uang dijaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh penjuru negeri islam.
7.      Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga tempat-tempat untuk orang-orang yang infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.
8.      Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai Amir Al-Bahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang waktu itu berjumlah 1700 buah.
9.      Khalifah Abd Al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmiadministrasi pemerintahan Islam yang tadinya berbahasa Yunani dan Pahlawi sehingga sampai berdampak pada orang-orang  non  Arab  menjadi  pandai  berbahasa Arab dan untuk menyempurnakan pengetahuan tata bahasa Arab orang-orang non Arab, disusun buku tata bahasa Arab oleh Sibawaih dalam al-Kitab.
10.  Merubah mata  uang  yang  dipakai  di  daerah-daerah    yang  dikuasai  Islam. Sebelumnya mata  uang  Bizantium  dan  Persia  seperti  dinar  dan  dirham. Penggantinya uang dirham terbuat dari mas dan dirham dari perak dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab.
11.  Perluasaan wilayah kekuasaan dari Afrika menuju wilayah Barat daya, benua Eropa, bahkan perluasaan ini juga sampai ke Andalusia (Spanyol) di bawah kepemimpinan panglima Thariq bin Ziad, yang berhasil menaklukkan Kordova, Granada, dan Toledo.
12.  Dibangun mesjid-mesjid dan istana. Katedral St. Jhon di Damaskus dirubah menjadi mesjid, sedang Katedral yang ada di Hims dipakai sebagai mesjid dan gereja. Di  al-Quds  (Jerussalem) Abdul Malik membangun mesjid  al-Aqsha. Monumen terbaik yang ditinggalkan zaman ini adalah Qubah al-Sakhr di al-Quds. Di mesjid al-Aqsha yang menurut  riwayatnya  tempat Nabi  Ibrahim hendak menyembelih Ismail dan Nabi Muhammad mulai dengan mi’raj ke langit, mesjid Cordova  di  Spanyol dibangun, mesjid  Mekah  dan Madinah  diperbaiki  dan diperbesar oleh Abdul Malik dan Walid.
13.  Bahkan pada masa, Sulaiman ibn Malik, telah dibangun pembangunan megahraksasa yang terkenal dengan Jami’ul Umawi.



b.)   Bidang Immaterial
1.      Mendirikan pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Bashrah yang akhirnya memunculkan nama- nama besar seperti Hasan al-Basri, Ibn Shihab al-Zuhri dan kalam. Washil bin Atha. Bidang yang menjadi perhatian adalah tafsir, hadits,  fikih.

2.      Penyair-penyair Arab baru bermunculan setelah perhatian mereka terhadap syair    Arab Jahiliyah dibangkitkan. Mereka itu adalah Umar Ibn Abi Rabiah (w. 719 m.), Jamil al-Udhri (w. 701 M.),  Qays Ibn al-Mulawwah (w. 699 M.) yang lebih dikenal dengan nama Majnun Laila, al-Farazdaq (w 732M.), Jarir (w. 792 M) dan al-Akhtal (w. 710 M.).

3.      Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Sastra-Seni Waktu dinasti ini telah mulai dirintis jalan ilmu naqli ; berupa filsafat dan eksakta.  Dan ilmu pengetahun berkembang dalam tiga bidang, yaitu bidang diniyah, tarikh, dan filsafat. Kota-kota yang menjadi pusat ilmu pengetahuan selama pemerintahan          dinasti Umaya h, antara lain kota Kairawan, Kordoba, Granda dan lain sebagainya.     Sehingga secara perlahan ilmu pengetahuan terbagi menjadi dua macam, yaitu : pertama, Al-Adaabul Hadits (ilmu-ilmu baru), yang meliputi : Al-ulumul Islamiyah (ilmu al-Qur’an, Hadist, Fiqh, al-Ulumul Lisaniyah, At-Tarikh dan al-Jughrafi), Al-            Ulumul khiliyah (ilmu yang diperlukan untuk kemajuan Islam), yang meliputi : ilmu thib, filsafat, ilmu pasti, dan ilmu eksakta lainnya yang disalin dari Persia dan     Romawi. Kedua :Al-Adaabul Qadamah (ilmu lama), yaitu ilmu yang telah ada pasa         zaman Jahiliyah dan ilmu di zaman khalifah yang empat, seperti ilmu lughah, syair,khitabah dan amtsal.

4.      Gerakan Penerjemahan dan Arabisasi. Gerakan penerjemahan ke dalam bahasa Arab (Arabisasi buku), juga dilakukan, terutama pada masa khalifah Marwan. Pada saat itu, ia memerintahkan penerjemahan sebuah buku kedokteran karya Aaron, seorang dokter dari iskandariyah, ke dalam bahasa Siriani, kemudian diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Arab. Demikian pula, Khalifah memerintahkan menerjemahkan buku dongeng dalam bahasa sansakerta        yang dikenal dengan Kalilah wa Dimnah, karya Bidpai. Buku ini diterjemahkan oleh      Abdullah ibnu Al-Muqaffa. Ia juga telah banyak menerjemahkan banyak buku lain, seperti filsafat dan logika, termasuk karya Aristoteles :Categoris, Hermeneutica,        Analityca Posteriorserta karya Porphyrius :Isagoge.


2.      Pada Bidang kebudayaan
            Dalam lapangan sosial budaya, bani Umayyah telah membuka terjadinya kontak antara bangsa-bangsa muslim (Arab) dengan negeri-negeri taklukan yang terkenal memiliki tradisi yang luhur seperti Persia, Mesir, Eropa dan sebagainya. Hubungan itu lalu melahirkan kreatifitas baru yang menakjubkan di bidang seni dan ilmu pengetahuan. Di lapangan seni, terutama seni arsitektur, Bani Umayyah mencatat prestasi puncak, seperti Qubah as- Shakhra di Yerusalem menjadi monument terbaik yang hingga kini tak henti-hentinya di kagumi orang


E.     Analisis Kemunduran Dan Kejatuhan
1.      Kemunduran Dinasti Bani Umayyah
            Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul-Malik (720- 724 M). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik cendrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru dikemudian hari menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abdul-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak berhasil dipadamkannya.
            Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat golongan oposisi. Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang merupakan bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri, dimana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, walaupun berhasil melarikan diri ke Mesir, namun kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh di sana. Kematian Marwan bin Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang digantikan oleh Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era baru Bani Umayyah di Al-Andalus.


2.      Kejatuhan Dinasti Bani Umayyah
            Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan jatuhnya Dinsti Bani Umayyah, yakni :
ü Pertentangan keras antara suku-suku Arab yang sejak lama terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Arab Utara yang disebut Mudariyah yang  menempati Irak dan Arab Selatan ( Himyariyah ) yang berdiam di wilayah Suriah. Di zaman Umaiyah persaingan antar etnis itu mencapai puncaknya, karena para  khalifah cenderung kepada satu fihak dan menafikan yang lainnya.

ü Ketidakpuasan sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka yang merupakan pendatang baru dari kalangan bangsa-bangsa yang dikalahkan mendapat sebutan “ Mawali “, suatu status yang menggambarkan inferioritas di  tengah-tengah keangkuhan orang-orang Arab yang mendapat fasilitas dari penguasa Umayyah. Mereka bersama-sama Arab mengalami beratnya peperangan dan bahkan  beberapa orang di antara mereka mencapai tingkatan yang jauh di atas rata-rata orang Arab , tetapi harapan mereka untuk mendapatkan kedudukan dan hak-hak bernegara tidak dikabulkan. Seperti tunjangan yang di berikan kepada Mawali ini jumlahnya jauh lebih kecil di banding tunjangan yang di bayarkan kepada orang Arab.

ü Latar belakang terbentuknya kedaulatan Bani Umayyah tidak dapat dilepaskan dari konflik-konflik politik. Kaum syiah dan khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi yang kuat dan sewaktu-waktu dapat mengancam keutuhan kekuasaan umayyah. Disamping menguatnya kaum Abbasiyah pada masa-masa akhir kekuasaan Bani Umayyah yang semula tidak berambisi untuk merebut kekuasaan, bahkan dapat menggeser kedudukan Bani Umayyah dalam memimpin umat.

ü Persaingan di kalangan anggota Dinasti Bani Umayyah membawa kelemahan kedudukan mereka.

ü Hidup mewah di istana memperlemah jiwa dan vitalitas anak-anak khalifah yang membuat mereka tidak sanggup memikul beban pemerintahan yang sedemikian besar.


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
1.      Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyyah bin Abu Sufyan bin Harb (661-680 M). Muawiyyah sebagai pendiri daulah Bani Abbasiyyah juga sekaligus menjadi khalifah pertama yang berpusat di Damaskus. Ia memindahkan ibukota kekuasaan Islam dari Kuffah ke Damaskus. Dinasti Umayah timur merupakan fase ketiga dari kekuasaan Islam yang berlangsung selama lebih kurang satu abad (661-750 M).

2.      Masa-masa kejayaan bani Umayyah mencapai puncaknya pada masa Al-Walid Ibnu Malik (705-715. Masa ini merupakan masa-masa kejayaan kekuasaan Bani Umayyah, karena ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam benar-benar mendapatkan kebahagian.

3.       Dalam bidang Administrasi pemerintahan, Bani Umayyah menerapkan beberapa kebijakan antara lain Bani Umayyah Merubah Sistem Pemerintahan, Pembagian Daerah Kekuasaan Umayyah secara Sentralistik, Bani Umayyah Mendirikan Berbagai Departemen, Bani Umayyah Menetapkan Lambang Negara, Bani Umayyah Menetapkan Bahasa Resmi Administrasi Pemerintahan
4. Pada Bidang Sains terbagi menjadi dua, yaitu material dan immaterial.  Dalam lapangan sosial budaya, bani Umayyah telah membuka terjadinya kontak antara bangsa-bangsa muslim (Arab) dengan negeri-negeri taklukan yang terkenal memiliki tradisi yang luhur seperti Persia, Mesir, Eropa dan sebagainya.
5. Kemunduran Dinasti Bani Umayyah. Pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang merupakan bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri, dimana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, walaupun berhasil melarikan diri ke Mesir, namun kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh di sana. Kematian Marwan bin Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang digantikan oleh Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era baru Bani Umayyah di Al-Andalus.
          Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan jatuhnya Dinsti Bani Umayyah, yakni Pertentangan keras antara suku-suku Arab yang sejak lama terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Arab Utara yang disebut Mudariyah yang  menempati Irak dan Arab Selatan ( Himyariyah ) yang berdiam di wilayah Suriah. Di zaman Umaiyah persaingan antar etnis itu mencapai puncaknya, karena para  khalifah cenderung kepada satu fihak dan menafikan yang lainnya.

SARAN
Demikianlah isi dari makalah kami, yang menurut kami  telah kami susun secara sistematis agar pembaca mudah untuk memahaminya. Berbicara mengenai sejarah, maka sejarah merupakan ilmu yang tidak akan pernah ada habisnya. Ingatlah, orang yang cerdas adalah orang yang belajar dari sejarah.

Sering kali kita lupa bahwa “meskipun” berkisah mengenai masa lampau, tapi sejarah begitu penting bagi perjalanan suatu bangsa. Melalui sejarah, kita belajar untuk menghargai perjuangan para pendahulu kita, belajar menghargai tetes darah dan keringat mereka untuk apa yang kita nikmati saat ini. Lewat sejarah kita juga belajar dari pengalaman masa lalu, dan menjadikannya sebagai modal berharga untuk melangkah di masa depan

Dan bagi pembaca, kami sangat berharap adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun agar kami dapat memperbaiki makalah kami yang berikutnya.









DAFTAR PUSTAKA

                http://galeripendidikanislam.blogspot.com/2013/04/sistem-monarki-arabisasi-ekspansi.html diakses pada Sabtu, 20 Oktober 2018 pukul 14.04 WITA.
            http://hikmahangelf.blogspot.com/2014/04/v-behaviorurldefaultvmlo_26.html  diakses pada Selasa, 23  Oktober 2018 pukul 12.31 WITA.
                http://lailansakinah.blogspot.com/2013/12/makalah-spi-pemerintahan-pada-masa.html diakses pada Sabtu, 20 Oktober 2018 pukul 13.22 WITA.
                http://muhammad-iwad.blogspot.com/2014/04/makalah-dinasti-bani-umayah.html diakses pada Sabtu, 20 Oktober 2018 pukul 12.53 WITA.
            https://www.muttaqin.id/2016/05/kemajuan-bani-umayyah-administrasi-pemerintahan-sosial-kemasyarakatan-seni-bidaya.html  diakses pada Selasa, 23  Oktober 2018 pukul 12.24 WITA.





[1] Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB Press, 2002), jilid 1, Cet ke-2, h. 83
[2] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, terj, Jahdan Ibn Human (Yogyakarta; Kota Kembang. 1995), h.62
[3] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 103
[4] Ahmad al-Usairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX,  (Jakarta: Akbar Media Sarana, 2003), h.176.
[5] Dedi Supriyadi, loc.cit
[6] Maidir Harun dan Firdaus, loc.cit
[7] Dedi Supriyadi, op.cit, h. 104
[8] Hasan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta : Kalam Mulia, 2003), 328.
[9] Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Peradaban Islam, 70

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Segmentasi, Targeting, Positioning (STP)

Makalah Komunikasi Bisnis

Makalah Teori Biaya Produksi